Pelabuhan Banda Neira

Kisah Kepulauan Banda terkait erat dengan perdagangan rempah-rempah, seperti penguasaan produksi pala dan bunga pala yang menjadi salah satu alasan utama Belanda menaklukkan kepulauan ini pada tahun 1620-an. Pada waktu itu, pala adalah salah satu "rempah-rempah mewah" yang sangat mahal di Eropa. Pasar lokal yang terkenal dengan rempah-rempahnya membentang di sepanjang jalan di sebelah dermaga. Sebuah perkebunan pala terletak dekat dengan pelabuhan.

Sebuah kunjungan ke Banda Naira memberi kesempatan untuk mengunjungi Fort Belgica, salah satu dari banyak benteng yang dibangun oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda pada tahun 1611. Benteng ini merupakan salah satu benteng Eropa terbesar yang masih ada di Indonesia dan sangat mencolok di kota kecil yang menawan dan tenang ini, di mana rumah-rumah besar dari masa periode perkebunan Belanda masih ada, beberapa di antaranya telah dipugar. Jika dilihat dari atas, benteng ini menyerupai bentuk Pentagon di Amerika Serikat, sehingga diberi julukan "Pentagon Indonesia." Benteng ini dulunya digunakan untuk menahan pemberontakan penduduk lokal yang menentang monopoli perdagangan pala, dan kini menjadi tempat penyimpanan artefak-artefak dari era kolonial. Jarak: 10 menit berjalan kaki dari pelabuhan.

Selat Zonnegat terletak antara Banda dan Naira. Pulau utama di kepulauan ini adalah Pulau Naira, tempat satu-satunya kota di Kepulauan Banda berada. Kepulauan Banda terdiri dari sepuluh pulau, yaitu: Naira Banda Run Ay Nailaka Syahrir/Pisang Gunung Api/Pulau Vulkanik Hatta Skaru Batu Kapal

Kora-kora adalah kano tradisional dari Kepulauan Maluku. Perahu ini digunakan baik untuk perdagangan maupun peperangan, dan kini menjadi daya tarik wisata. Kora-kora yang lebih besar digunakan sebagai kapal perang selama perang dengan Belanda di Kepulauan Banda pada abad ke-17.

Terletak dekat dengan Fort Nassau, bangunan bersejarah ini telah lama menjadi kebanggaan Banda Neira. Namun, gereja ini mengalami renovasi bersama pada tahun 1852 akibat gempa bumi. Selama era kolonial, gereja ini mengadakan ibadah Minggu dengan bahasa Belanda pada pagi hari dan bahasa Melayu pada sore hari.

Rumah ini memamerkan berbagai kisah sejarah dan artefak tentang Banda Neira pada masa kolonial, mulai dari furnitur, lukisan, meriam, hingga berbagai benda bersejarah menarik lainnya. Salah satu hal yang paling menarik bagi para pecinta sejarah adalah lukisan besar yang menggambarkan pembantaian tokoh-tokoh terkenal di Banda pada masa pendudukan Belanda pada tahun 1621. Pengunjung akan dibawa menyelami kehidupan masyarakat asli pada masa itu.

Istana Mini mendapat nama yang tepat karena bentuknya yang mirip dengan Istana Kepresidenan di Jakarta, meskipun jauh lebih kecil. Sebenarnya, ini adalah replika dari bangunan asli yang terletak di kompleks Fort Nassau, yang sekarang tidak lagi aman untuk dihuni. Pemerintah setempat kemudian membangun replika tersebut untuk melestarikan representasi sejarah Banda Neira ini dan bahkan mengusulkannya sebagai Istana Kepresidenan di Indonesia Timur.